Sunday, July 20, 2014

Puasa itu....

Duduk menunggu pesanan semangkuk soto semarangan sore itu. Warung tenda itu tidak begitu besar, tapi cukup ramai pada jam buka puasa. Menyapu pandangan ke segala penjuru warung itu dan warung sebelah-sebelahnya. Ada sekelompok orang kantoran yang sedang asyik menikmati soto didepannya, sambil memilih lauk dan menyantapnya dengan lahap (kalau saya tidak boleh bilang kalap atau rakus).

“pak,kue lebarannya pak, silakan dicoba” Kaget aku tiba-tiba ada anak kecil menawarkan tester kue-kue khas lebaran dan tentengannya tas plastic besar hitam berisi toples kue kering itu.
“adik kelas berapa?” tanyaku sambil mencicipi tester dari si adik kecil itu.
“kelas 4 SD pak” jawabnya
“adik,duduk sini, sudah makan? Mau minum atau apa?” Sengaja aku ‘hentikan’ dia sejenak karena rasa penasaran tanpa sebab ini. Sejurus kemudian dia duduk dengan malu saat aku pesankan semangkuk soto untuknya dan teh hangat karena udara Semarang akhir-akhir ini sedang sejuk.
“oke, saya beli kuemu tapi habiskan dulu sotomu ya dik” Rasanya senang melihat anak itu lahap menghabiskannya, entah senang seperti apa yang aku rasakan waktu itu. Suasana mulai cair, dia mulai banyak bercerita tentang ibunya yang pintar bikin kue dan ayahnya yang selalu membantu mengovennya. Lalu sedikit cerita tentang sekolahnya, nilainya yang sempat turun. Ah., tak apalah turun 1 atau 2 poin, toh kegigihan anak ini berjualan membantu orang tuanya melebihi kecerdasan akademiknya. Hari gini kecerdasan akademik bias dibilang bukan factor utama kesuksesan bukan?!

Aku hisap rokokku dalam-dalam sambil melihat 3 toples sedang kue kering si adik tadi. Entah kemana si adik tadi berjualan lagi. Masih terlihat kelompok orang kantoran tadi yang masih asyik mengobrol sambil ngemil entah apalah.

Aku hisap rokokku dalam-dalam sambil melihat 3 toples sedang kue kering si adik tadi. Entah kemana si adik tadi berjualan lagi. Masih terlihat kelompok orang kantoran tadi yang masih asyik mengobrol sambil ngemil entah apalah.

Si adik kecil, entah berpuasa atau tidak, mampu menahan hawa nafsunya untuk tidak bermain dengan temannya, melihat televisi, membaca komik, atau bermain dengan saudaranya. Dia lebih memilih membantu usaha orang tuanya daripada kesenangannya sendiri.

Sedangkan sekelompok orang kantoran itu. Jelas mereka berpuasa, tapi tidak menahan nafsunya. Mereka makan dengan lahap, sedikit terkesan rakus, mengobrol dengan lepas seolah itu kamar pribadinya. Mungkin definisi puasa mereka hanya sebatas lapar dan dahaga serta nafsu dari matahari terbit sampai tenggelam.

Aku bayar makananku tadi dan bergegas pulang. Menyetir pulang, mendengarkan Led Zeppelin dan merokok, dan terganjal pikiran-pikiran kusut.

Banyak yang berpuasa, menahan nafsu hanya sesaat, hanya formalitas dari terbit sampai tenggelamnya matahari. Selepas itu mereka lepas semua nafsu, makan, membeli apa yang diinginkan, mereka buat acara buka bersama seperti acara.. Ah.,entah apalah namanya itu. Mereka kumpul di café, memesan makanan dan minuman enak dan mahal. Bersendau gurau bersama teman.

Sedangkan beberapa dari kita tidak berpuasa secara formal, tapi sesungguhnya mereka berpuasa. Mereka mampu menahan apa yang menjadi keinginan mereka. Kadang untuk membeli lauk atau makananpun mereka harus menahannya karena ada kebutuhan lain yang harus dipenuhi. Mereka mampu berpuasa secara riil. Karena mereka terbiasa menahan keinginan duniawinya.

Btw sob.,ini puasa ke berapa ya? Ya kali-kali aja sobat mau mereview puasanya di Ramadhan ini...

Tentang Penulis:
Nama: Herris
Twitter: @herristiawan

No comments:

Post a Comment