Thursday, January 16, 2014

Antara Semarang dan Malang.

Setelah semalaman berkutat dengan jaringan ruwet yang baru selesai subuh, kini kupacu mobil sampai 100km/h di toll Waru menuju kotanya. Kusempatkan selalu mampir setelah beberapa tugas maintenance dari kantor yang cukup melelahkan. Yah, itulah kebiasaanku bila dinas luar kota. Berangkat se-awal mungkin, selesaikan secepat mungkin lalu jalan-jalan sepuasnya sampai jatah waktu kembali ke Semarang.
Lagu-lagu dari Protonema menemaniku melewati Sidoarjo. Bau lumpur Lapindo telah berlalu, Japanan dan memasuki pertigaan Apollo. Cuaca berangsur mulai sejuk. Ah, perjalanan menuju kotanya selalu membuatku menjadi mania di jalur ini. Taman Safari Prigen sudah terlewati dengan lancar dan kini menaiki fly over Lawang.

“Semakin sejuk dan nyaman kotamu ini dek”. Kataku dalam hati.
“Dek, mas udah sampe fly over Lawang nih. Nanti langsung ke UM aja yah, adek naik angkot, nanti pulangnya sama mas”
“Iya mas, adek udah di dalem angkot kok ini, mas ati-ati ya,nanti sarapan bareng, udah adek masakin tadi”.

Telepon aku tutup. Pengennya sih nginjek gas dalam-dalam tapi kondisi pagi yang selalu ramai tidak memungkinkan untuk itu. Terbayang sambutannya yang selalu hangat mengalahkan dinginnya kotanya. Hmm, belom lagi masakannya dan kopi buatannya yang yummy.

Singosari yang selalu merambat pelan, pertigaan Karanglo yang padat, terlihat beberapa bis Tentrem baru keluar garasi. Akhirnya rindangnya UM sudah di depan mata. Aku sengaja memarkir mobilku agak kedalem, kusulut rokok dan kurebahkan seat. Mata ini begitu berat rasanya.

“Mas, bangun..”
Walau berat rasanya untuk membuka mata tapi suara lembutnya membuatku terjaga.
“Yuk ke gazebo situ, udah adek bawain kopi sama sarapan, kita sarapan bareng yuk”
Aku cuma tersenyum.
“Ya Tuhan, terima kasih telah Engkau dekatkan aku dengan wanita selembut ini” begitu kata hatiku saat itu.
Masakannya selalu lezat untukku, bumbunya terasa kuat dilidah. Sarapan selesai, waktunya aku antar dia menuju kantornya.
“Mas, adek ngantor dulu, adek nanti udah ijin, siang pulang, kita jalan-jalan yuk. Ini kunci kos, mas mandi trus istirahat dulu, nanti jam11an adek telpon ya”
“Iya dek, mas ke kos dulu ya”
Tak kuasa membuka mata setelah menikmati air hangat di shower.

Jam12 lebih sedikit aku baru membuka mata, kulanjutkan dengan mandi. Jam1 aku sudah memarkir mobil di UM. Entah tak tau aku mau diajak jalan-jalan kemana sama dia nanti, masa bodo ah, kemana aja sama dia selalu enak kok. Itulah kenapa aku memberi nilai sempurna untuk kenyamanan yang selalu dia berikan untukku.

“Mas, yuk jalan” 
Aku benar-benar menikmati suasana kota ini bersamanya.
“Mas, nanti makan di Songgoriti ya, itu tuh di pecel kesukaan mas”
Sengkaling, Landung Sari kami lewati, cuaca sejuk. Kami melepas kangen, bercanda, ngobrol. Sepanjang perjalanan, jalanan yang menanjak menuju Batu begitu mempesonaku. Alun-alun Batu sudah terlewati.

Kami selalu melewati kebersamaan dengan touring. Kadang tanpa tujuan tanpa tau arah. Motor, mobil ataupun bis baginya tak masalah, itu merupakan nilai plus untukku. Setelah menikmati seporsi pecel di Songgoriti kami pun melaju menuju Pujon. Jalanan berkelok, sempit dan udara sejuk membuat rasaku semakin dekat padanya. Entah sudah berapa kilometer kami lalui tanpa signal seluler di Pujon. Lumayanlah untuk escape dari telepon kantor Semarang, lagian laporan tugas sudah aku kirim via email selepas sholat subuh tadi. Biarkan kantor Semarang mengira aku istirahat.

“Mas, ngopi yuk, adek dingin”
Cuaca gerimis selepas Pujon memang cukup menusuk tulang. Dan warung pinggir jalan pun jadilan bagi kami untuk ngopi siang menjelang sore itu. Kuraba tas kecilku, untuk memastikan hadiah kecil untuknya masih ada disitu. Sengaja memang aku mencari waktu yang tepat untuk memberikan itu untuknya. Kulihat dia masih mengaduk kopi hitam pekat yang masih panas… dengan pelan aku tarik tangan kirinya dan aku pasangkan cincin di jari manisnya.

“Doakan mas taun depan bisa nikahin kamu dek”
Tak ada jawaban yang terdengar dari bibirnya.. akupun tak mampu berkata apapun setelah itu. Dia menyeruput kopinya lalu memandang cincin yang baru saja melingkari jari manisnya.
“Mas, pulang yuk”
“Pulang? Ke Turen dek? Terusss?”
Aku masih tidak paham dengan ajakannya kali ini.
“Iya dong, mas harus bilang sama ibu tentang cincin ini”
“Hahahahaha, adek.. adek.. Siapa takut, ayuk!”

Protonema – Terlalu Cinta mengalun pelan seiring senyumanmu.. Pujon-Turen berkilometer jauhnya, dan genggaman tangannya di tangan kiriku tak pernah dilepasnya.

Tentang Penulis:
Nama: Herris
Twitter: @herristiawan

No comments:

Post a Comment