Friday, January 10, 2014

Rest area Manyaran – toll Semarang.

Awal 2004.
Kulewati tempat itu dini hari dalam perjalanan pulang ke rumah. Ah betapa indahnya bila sore tiba, bersamanya menikmati pemandangan sembari menunggu bis AKAP lewat. Aku lanjutkan konsentrasiku menapaki ruas demi ruas toll untuk menyembuhkan penyakit homesick akut waktu itu. Exit toll Jatingaleh dan hanya beberapa kilometer lagi kehangatan rumah sudah menanti.

Jam 9 lebih sedikit baru bisa membuka mata setelah lelah semalam memegang stir, bergulat dengan aspal pantura. Kopi panas buatan ibu sudah menunggu dan langsung diiringi dengan suruhan untuk segera mandi dan sarapan. Ah, ibu, inilah yang selalu membuat penyakit homesick ku tidak pernah sembuh. 

Dering hp mengagetkanku ketika aku asyik berbagi cerita dengan ibu. Terdengar suara lembut disana menyapaku. Menanyakan banyak hal tentang kepulanganku dan seperti terdengar seperti suara rindu yang tercekat di suaranya.
"Nanti sore jalan yuk, aku jemput kamu di tempat kerja ya". Kerinduannya membuat dia ngeyel untuk mengajakku makan siang bersama hari itu. 
"Ya udah dek, tar jam 11an kamu telpon mas lagi deh, takutnya mas ketiduran". Fix sudah janjianku bersamanya. Kulanjutkan pagi itu yang sedikit mendung dengan menemani ibu memasak di dapur.

Makan siangpun berlangsung sederhana di warung dekat tempat kerjanya. Terbatasnya waktu dan besarnya rasa menjadikan tak banyak yang kami obrolkan. Menikmati soto Semarangan, di siang yang mendung bersamanya membuat kerinduanku akan 2 hal terobati (sedikit). Kulinernya dan dia. Kulihat ibu pun sudah tertidur di sofa ruang tv. Kuteruskan tidur siang setelah kekenyangan dengan 2 mangkuk soto.

Jam 4, kopi soreku tinggal separuh dan aku menjemput bapak. Memang pagi tadi tidak kuijinkan bapak naik angkutan umum menuju tempat kerjanya. Aku berniat mengantar jemput bapak hari itu. Setelah menghabiskan sisa kopiku bersama bapak. Aku menjemputnya, seperti janjiku tadi pagi. Tapi aku tidak mengatakan tujuan padanya. Biarkan saja dia menebak-nebak nanti. Mobil aku kendarai dengan kecepatan rendah, kota ini mulai mengenal macet, walaupun hanya saat jam berangkat dan pulang kerja tapi itu mencerminkan kemajuan, entah kemajuan apa, ataupun sebuah kemunduran dalam proses pembangunan kota.

Memasuki toll Jatingaleh senja mulai menyeruak. Aku menikmati begini ini, berkendara dengan dia, dan benar-benar menikmati arti kebersamaan dan sekaligus perjalanan. Parkiran rest area Manyaran hanya berisi beberapa mobil, itupun didominasi kendaraan plat luar daerah  dan ada yang dari luar pulau. Kami mendapatkan tempat duduk yang langsung berhadapan dengan toll ditemani dirinya dan secangkir kopi luwak. Ternyata kerinduan ini jauh lebih besar dari yang kukira sebelumnya…

"Mas, aku capek ldr". 
Kalimat itu meluncur pelan dari bibirnya, sebuah kalimat yang mengagetkanku. Penjelasanku yang panjang-lebar-tinggi tak mampu menyembunyikan kesakitannya akibat ldr. Penjelasanku yang pelan juga tak mengusik kejenuhannya ldr. Kubelai rambut panjangnya yang halus lurus. Itu salah satu pesonanya yang membuatku mendekatinya waktu itu.
"Yuk, kita cari cara. Semoga Tuhan memberikan jalan terang bagi kita dek". Itu jawaban yang mampu aku berikan waktu itu, karena semua serasa tak bersolusi.

Pertengahan 2004
Kejenuhan dan kebosanan rutin mengisi hubungan ini. Renggang-retak, tak jelas juntrungnya. Seiring kesibukan masing-masing di tempat kerja. Ditambah lagi usaha butiknya yang awalnya sampingan mulai berkembang.

Awal 2005
Kulewati tempat itu lagi. Selepas subuh kali ini. Tempat itu masih sama tapi rasanya jauh berbeda. Parahnya homesick kali ini sama seperti homesick sebelumnya. Tapi ada yang berkurang.
“Dek, mas masih kangen”
Rencananya kalimat itu yang ingin kuucapkan pagi ini padanya via telepon, tapi kuurungkan.

Rest area Manyaran – toll Semarang, 2014
Dan seketika otakku dipenuhi pesonanya yang kini (harus) mulai memudar.

Tentang Penulis:
Nama: Herris
Twitter: @herristiawan

No comments:

Post a Comment