Friday, January 10, 2014

Pasar, pasar, dan pasar.

Hai sobat pantura, kembali kita akan mengulas sesuatu. Yahh, tentunya dari sudut pandang penulis dong, dari analisa penulis. Kali ini kita akan bahas masalah kemacetan. Pastinya ngga ada yang ngga pernah ngerasain macet kan? Selain dari factor banyaknya kendaraan, beberapa perilaku pengemudi juga berpotensi mengakibatkan kemacetan, namun kondisi disekitar jalanan pun berpengaruh.

Beberapa ruas pantura bila bulan ramadhan tiba menjadi pasar tumpah. Jelaslah itu membuat  kemacetan yang panjang. Memang betul kalo bulan ramadhan di negara ini bukan sekedar perayaan hari besar keagamaan, tapi sudah menjadi sebuah tradisi – budaya yang turun – temurun. Makanan, pakaian da nada tradisi lainnya seiring datangnya ramadhan. Pasar sebagai pusat perekonomian rakyat menjadi salah satu pusat transaksi jual – beli barang – barang tersebut. Tak pelak kondisi pasar tradisional menjelang ramadhan selalu ramai. Transaksi meningkat. Ada dua factor yang selama ini teramati, pertama dari konsumen yang datang berbelanja ke pasar dan kedua pedagang musiman. 

Dengan meningkatnya volume pembeli yang datang ke pasar pasti akan menimbulkan berjubelnya jalanan disekitar pasar. Pedagang musiman pun tak mau melewatkan kesempatan setaun sekali ini untuk menjual barang – barang yang biasanya dibutuhkan lebih, atau baru dibutuhkan pada ramadhan. Misalnya pedagang musiman ketupat, ayam potong, bunga tabur dsb. Itu dari pedagang musiman, lalu dari pedagang penetap juga pastinya akan menambah dagangannya seiring peningkatan transaksi selama ramadhan. Lalu ada angkutan kota, mereka bisa dipastikan menaikkan dan menurunkan penumpang, ngetem berlama-lama dipasar.

Ketiga hal tersebut diatas yaitu : pedagang, pembeli dan angkutan umum adalah penyumbang besar kemacetan di pasar. Tak perlu sampai menunggu ramadhan deh, hari kerja aja pasar menjadi salah satu titik kemacetan kok.

Peraturan tinggallah peraturan, tanpa penegakan yang tegas akan tetap menjadi pasal –pasal berdebu. Seharusnya pemerintah menyadari, pasar adalah salah satu pusat perekonomian warga. Peraturan pengalokasian pedagang harusnya tegas didukung dengan peraturan lokasi parkir dan juga lokasi pemberhentian angkutan umum juga harus tegas. Sepertinya susah untuk mengharapkan kesadaran masyarakat sendiri karena tingkat pendidikan serta sosio ekonomi. Namun yang terjadi selama ini pasar hanyalah pasar yang kumuh dan tidak tertata. Ketegasan pihak berwenang hanya bersifat temporer. Setelah itu kondisi kembali seperti semula, macet, kotor, kumuh, semrawut. Mengesampingkan kata ‘penjajah’ Belanda memiliki system yang jauh lebih bagus dari pada yang berjalan selama ini. 

Tengoklah pasar buatan Belanda, selain bangunannya kokoh, pengaturan lokasi pedagang juga diperhitungkan dengan rapi, perencanaan arsitektur yang dibarengi perencanaan penataan pedagang. Sebagai contoh los daging, ikan segar dan ayam potong diletakkan di lantai atas, itu maksudnya agar lalat tidak mengerumuni dagangan tersebut, karena lalat tidak mampu terbang ke lantai atas. Dan bagusnya lagi pasar ada jam operasionalnya. Setelah tutup pedagang tidak boleh bermalam didalam pasar.

Banyangkan, angkutan umum yang ngetem, mereka diatur timer/calo. Pemerintah seperti tidak memahami bahwa persoalan tersebut bukan hanya menyangkut DLLAJ atau Polantas saja. Namun persoalan kecil seperti itu sudah bisa dirunut sampai kondisi sosio ekonomi masyarakat. Bila pemerintah hanya menugaskan DLLAJ dan Polantas dalam mengatasi angkutan umum dijamin tidak akan tuntas.

Lalu pengaturan pedagang. Seharusnya dinas pasar yang berwenang mengatur pedagang tegas dalam pengaturan lokasi berdagang. Jalanan jangan dibuat untuk berjualan, trotoar bukan untuk menumpuk barang dagangan, akses pembeli dan parkir motor, mobil dan angkutan umum harus tersedia. Lalu apakah cukup hanya tersedia dalam bentuk fisik bangunan? Tidak akan berjalan baik tanpa ketegasan penegakan peraturan. Dan harus dipikirkan juga pedagang musiman dan lonjakan barang dagangan pada ramadhan, karena itu jelas akan makan tempat.

Hehehe.. Pembahasannya melebar ya? Engga kok sob. Kemacetan itu sudah merasuk dalam aspek sosio ekonomi masyarakat loh.

Sampai jumpa di tulisan berikutnya ya.

Tentang Penulis:
Nama: Herris
Twitter: @herristiawan

No comments:

Post a Comment